Welcome

Allah Allah Kiya Karo

Senin, 28 Juni 2010

Murid-murid Q

My Friends

Logo Kabupaten Nagan Raya

Kenangan masa sebelum jadi,....

FUTURE TENSE IN PASSIVE VOICE


GRAMMAR 1

FUTURE TENSE IN PASSIVE VOICE


D
I
S
U
S
U
N

OLEH:

Kelompok        :10
Unit/Semester   : 3 / IV
Prody               : Bahasa Inggris

Anggota :          Maghfirah         (082302924)
Emianti             (082302933)
Irmayani           (082302939)
Suryati (052300359)
Tewi Andika     (082302948)
Irsal                  (052300889)













SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
MALIKUSSALEH LHOKSEUMAWE
2009/2010


PASSIVE VOICE


               Kalimat passive adalah kalimat yang berawalan -di kalimat pasif adalah  yang di bentuk dengan menggunakan to be (am, are, was, were, be, been, being, ) ditambahkan kata kerja bentuk ke tiga (past participle) .
               Cara membuat kalimat pasif :
1.      Objek dalam kalimat aktif menjadi subjek dalam kalinat pasif.
2.      Subjek dalam kalimat aktif menjadi pelaku dalam kalimat pasif dengan catatan harus menambah kata-kata “by”.
3.      Gunakan salah satu to be sesuai dengan tense.
4.      Apabila kata ganti dalam kalimat  aktif  berkisar i, you, we, they, she, he, it maka akan berubabh menjadi me, us, you, we, them, him, her, it.
5.      Kalimat aktiif diubah menjaddi kalimat pasif akan di bentuk dengan menggunakan kata kerja intransitive (kata kerja yang tidak diikuti objek).
Contoh sederhana kalimat pasif :
-         He buy a CR-V (aktif)
-         a CR-V is bought by him (pasif)
-         We shall not cut the tree (aktif)
-         The tree will not be cut by us (pasif)









FUTURE TENSE IN PASSIVE VOICE

A.     Simple future tense in  passive voice
               Suatu pekerjaan atau peristiwa yang akan  terjadi pada masa akan datang dalam kalimat pasif.
Form:


       S + Shall / Will + be + V3 + By + O / C

Contoh:
Aktif ®  I shall visit my father tomorrow morning.
Pasif ®  ( +) My father will be visited by me tomorrow morning.
               ( - ) My father will not will not be visited by me tomorrow morning.
               ( ? ) Will my father be visited by me tomorrow morning ?

Aktif ®  I will admit something soon
Pasif ®  ( +) Something will be admitted by me soon
               ( - ) Something will not be admitted by me soon
               ( ? ) Will something be admitted by me soon ?


B.     Future continuous tense in passive voice
               Suatu pekerjaan atau  peristiwa yang akan sedang terjadi pada masa yang akan sedang datang.



       S + Shall / Will + be + being + V3 + By + O / C
Form:



Contoh:
Aktif ® He will be meeting them tomorrow.
Pasif ®  ( +) They will be being met by him tomorrow.
               ( - ) They will not be being met by him tomorrow.
               ( ? ) Will they be being met by him tomorrow?

Aktif ® I shall be working at nine o’clock.
Pasif ®  ( +) at nine o’clock shall be being worked by me. 
               ( - ) at nine o’clock shall not be being worked by me.
               ( ? ) shall at nine o’clock be being worked by me?


C.     Future perfect tense in passive voice
               Suatu pekerjaan atau peristiwa yang sudah dimulai pada waktu lampau dan segera selesai pada waktu yang akan datang.
Form:


       S + Shall / Will + have + been + V3 + By + O / C

Contoh:
Aktif ® John will have bitten Mary.  
Pasif ®  ( +) Mary will have been bitten by John. 
               ( - ) Mary will not have been bitten by John.
               ( ? ) Will Mary have been bitten by John?

Aktif ® John will have done assignment next week. 
Pasif ®  ( +) Assignment will have been done by John next week. 
               ( - ) Assignment will not have been done by John next week.
               ( ? ) Will assignment have been done by John next week?


DAFTAR PUSTAKA

Dra. Mun fika, sam. S. warib, sam, A. Soessanto, 1991, complete English Grammar, Apollo: Surabaya
www.google.com

Kamis, 24 Juni 2010

SURAT KETERANGAN MELAKSANAKAN TUGAS

SURAT KETERANGAN MELAKSANAKAN TUGAS
Nomor: 422.1 / / SD / 2010


Kepala Sekolah SD Negeri Serbaguna dengan ini menerangkan:

NAMA : ABDURRAHMAN, A.Ma
NIP : 19850202 200904 1 001
Tempat/Tanggal Lahir : Blang Karieng, 02 Februari 1985
Pendidikan/Jurusan : D – II Penjaskes
Pangkat/Gol. Ruang : Penata Muda ( II/b)
Jabatan : Guru SD
Alamat : Serbaguna Kec. Darul Makmur Kab. Nagan Raya

Telah melapor pada tanggal 29 Juli 2009, untuk melaksanakan tugas sebagai guru pada Sekolah SD Negeri Serbaguna.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sesungguhnya untuk dapat dipergunakan seperlunya.




Serbaguna, 18 Juni 2010
Kepala Sekolah,





=.SUWARSI, A.Ma.Pd.=
NIP. 19640101 198610 2 005






SURAT PENGANTAR
Nomor : 422.1 / / SD / 2010



Yang bertanda tangan di bawah ini Kepala Sekolah Dasar Negeri Serbaguna Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya dengan ini menerangkan:

Nama : ABDURRAHMAN, A.Ma
Nip : 19850202 200904 1 001
Jabatan : Guru Penjaskes
Alamat Sekolah : SD Negeri Serbaguna Kecamatan Darul Makmur
Kabupaten Nagan Raya.

Bahwa Ianya benar Guru pada SD Negeri Serbaguna Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya, dan Ianya hendak mengurus Taspen di Banda Aceh.

Demikianlah surat pengantar ini dibuat, agar dapat dipergunakan seperlunya.


Serbaguna, 18 Juni 2010
Kepala Sekolah,





=.SUWARSI, A.Ma.Pd.=
NIP. 19640101 198610 2 005

PERANAN KTSP DALAM MENUNJANG PENGAJARAN DI SEKOLAH DASAR

A. Judul
PERANAN KTSP DI DALAM MENUNJANG PENGAJARAN DI DALAM SEKOLAH DASAR.

B. Latar Belakang Masalah
Perkembangn ilmu pengetahuan dan teknologi serta globalisasi menimbulkan perubahan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, perubahan tersebut memberi pengaruh yang besar terhadap berbagai kegiatan dan kebutuhan di masyarakat termasuk akan kebutuhan akan pendidikan.
Pandangan penilaian dan tuntutan terhadap pendidikan saat ini cendrung memperoleh perhatian yang besar dari masyarakat ingin mengetahui kegiatan pendidikan apa saja yang di lakukan dan bagaimana hasil yang di peroleh.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang pendidikan nasional, mengariskan bahwa sekolah merupakan lembaga pendidikan di jalur formal. Lembaga pendidikan yang di maksud terdiri dari sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah umum, sekoalah menengah umum dan perguruan tinggi.
Lembaga pendidikan tersebut di atas sering sekali memperoh perhatian dari berbagai pihak, orang tua, pemerintah, tokoh masyarakat, para akademisi guru dan para peserta didikpun memberikan perhatian yang besar kepada berbagai hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan di sekolah.
Kurikulum sebagai salah satu substansi pendidikan perlu di desentralisasikan terutama dalam pengembagan sesuai dengan tututan kebutuhan siswa. Keadaan sekolah dan kondisi sekoah atau daerah, dengan demikian, sekolah dan daerah memiliki cukup kewenangan untuk merancang dan menentukan materi ajar, kegiatan pembelajaran, dan penilaian hasil pembelajaran.
Untuk itu, banyak hal yang perlu diperhatikan oleh daerah karena sebagian besar kebijakan yang berkaitan dengan implementasi Standar Nasional Pendidikan dilaksanakan oleh sekolah atau daerah.
Sekolah harus menyusun Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dengan cara melakukan penjabaran dan penyesuaian standar isi dan standar kompetensi lulusan yang di tetapkan dengan Permendiknas No 23 tahun 2006.
Di dalam peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang standar Nasional Pendidikan dijelaskan:
" Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan atau sederajat menekankan pentingnya kemampuan dan kegemaran membaca dan menulis kecakapan berhitung serta kemampuan berkomunikasi pasal 6 ayat 6.
" Sekolah dan komite sekolah atau madrasah dan komite madrasah mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan di bawah superpisi dinas pendidikan Kabupaten/Kota yang betanggung jawab terhadap pendidikan setara untuk SD, SMP, SMA,dan SMK serta departemen yang menangani utusan pemetintah di bidang agama untuk MIN, MTsN, MAN pasal 17 ayat 12.
" Perancana pelaksana pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar metode pembelajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar pasal 20.
Berdasarkan ketentuan di atas, daerah atau sekolah memiliki ruang gerak yang seluas-luasnya untuk melakukan modifikasi dan mengembangkan variasi-variasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan keadaan, potensi, dan kebutuhan daerah, serta kondidisi siswa. Untuk keperluan di atas. Perlu adanya paduan pengembangan KTSP untuk setiap mata pelajaran, agar daerah atau sekolah tidak mengalami kesulitan.
Meningkatkan pendidikan selalu berkaitan dengan pembinaan manusia maka keberhasilan pendidikan sekolah tergantung pula pada manusia yang berada pada proses pendidikan itu. Dalam hal ini manusia yang terpilih adalah upaya guru pembinaan itulah yang dapat menentukan siswa menjadi manusia yang cerdas, terampil dan bermoral tinggi seperti yang diharapkan oleh bangsa Indonesia.
Oleh karena itu guru dibebani tugas sebagai pengajar sekaligus pendidikan di sekolah yang dintuntut untuk cerdas dalam memadukan tugas pengajaran dengan suatu kesadaran akan tugas edukatif. Ini terkait erat dengan subtansi dari aspek professional yang harus dimiliki oleh seorang guru. Hal ini menunjukkan bahwa eksisnya peran guru dalam dunia pendidikan.
Guru sebagai tenaga professional di bidang pendidikan, di samping memahami hal-hal yang bersifat filosofi dan konseptual, juga harus mengetahui dan melaksanakan hal-hal yang bersifat teknis. Hal-hal yang bersifat teknis ini terutama kegiatan mengelola dan melaksanakan interaksi belajar mengajar, seperti pendidikan jasmani atau olahraga, guru bukan hanya mengajarkan aktivitas gerak saja, tetapi guru pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari sistem pendidikan secara keseluruhan. Ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Satya (2006: 1) mengatakan bahwa:
"Penjas sebagai bidang studi yang berorentasi pada kebutuhan gerak siswa juga dapat diinteraksikan pada bidang studi lainnya. Seperti konsep lebih besar lebih kuat dan lebih cepat serta ukuran dan bentuk lapangan dapat dibahas atau ditinjau dari bidang studi ilmu pengetahuan alam dan matematika, peningkatan suhu di dalam subuh sangat terkait erat dengan bidang studi biologi, dan sikap fair play dapat dihubungkan dengan ilmu sosial dan agama".

Guru pendidikan di sekolah dasar memiliki karakter yang berbeda-beda dalam proses pembelajaaran mempunyai tujuan yang sama, dengan cara mengajar yang lebih baik tentunya peserta didik akan lebih senang. Maka KTSP merupakan acuan dasar bagi seorang guru dalam mewujudkan tujuan pembelajaran di sekolah, terutama kompetensi guru penjas di sekolah negeri yang mayoritas sudah PNS
Dimana dalam menjalankan tugas, pelayanan kepada masyarakat seperti yang dijabarkan oleh pokok-pokok Aturan Kepegawaian Republik Indonesia, dituntut untuk mengedepankan sikap professional jujur, adil dan merata dalam penyelenggaraan tugas Negara.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran) ini dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana persepsi kepala sekolah terhadap kompetensi pendidikan jasmani di sekolah dasar.







D. Tujuan KTSP
Tujuan KTSP ini adalah untuk mengetahui persepsi kepala sekolah terhadap kemampuan Guru Pendidikan Jasmani Sekolah Dasar Negeri se Kabupaten Nagan Raya tahun 2010.

E. Manfaat KTSP
Secara umum:
1. Untuk mengetahui bagaimana kompetensi guru pendidikan jasmani sekolah dasar di Kabupaten Nagan Raya yang berpengaruh pada hasil belajar siswa.
Secara khusus:
1. KTSP merupakan khasanah dan wawasan dalam pembelajaran pendidikan jasmani sekaligus sebagai acuan atau pandangan ke depan agar menjadi guru terbaik.
2. KTSP sebagai sarana evaluasi, atau kritik dan saran serta pemotivator agar lebih meningkatkan dan mengembangkan kualitas diri si guru tersebut.

F. Ruang Lingkup
Sesuai dengan waktu dan kemampuan KTSP merupakan pedoman yang lebih terarah ke materi yang ingin diajarkan kepada si anak. Adapun ruang lingkup KTSP difokuskan sebagai berikut:
- Aspek yang ingin diajar memperoleh data yang abstrak terhadap guru pendidikan jasmani.
- KTSP juga menggunakan metode deskriptif dengan menggunakan teknik menyampaikan, karena KTSP merupakan sampel yang diambil dari sesuatu populasi dan menggunakan terhadap guru mata pelajaran di sekolah-sekolah dasar.

G. Pertanyaan KTSP
Adapun pertanyaan dalam KTSP ini adalah sebagai berikut:
- Bagaimana upaya guru Pendidikan Jasmani di sekolah-sekolah dasar se Kabupaten Nagan Raya dalam mewujudkan kompetensi yang baik?

Berdasarkan pendapat di atas jelaslah bahwa segala informasi dan perubahan dalam lingkungan ataupun pola pengajaran lebih terarah dan juga akan mengalami proses pengorganisasian interpreksi terlebih dahulu. Sehingga pengertian-pengertian yang diterima seseorang merupakan pengertian yang berasal dari seorang pendidikan yang telah mengalami proses pengorganisasian tersebut.
Dalam penyelenggaran pendidikan di sekolah dasar diperlukan adanya pengelola sekolah yang baik agar sekolah tersebut dapat mencapai visi, dan misi serta tujuan yang telah ditetapkan. Keberhasilan sekolah dalam mencapai tujuan tersebut juga dipengaruhi oleh kepemimpinan kepala sekolah dalam mengelola sekolahnya.
Ada 3 (tiga) utama kepala sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah dasar yaitu:
- Sebagai administrator, supervisor dan leader.
- Kepala sekolah harus memahami komponen-komponen pendidikan tersebut di dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah, dan juga
- Kepala sekolah mempunyai tugas merencanakan, mengkoordinasikan, mengorganisasian, mengarahkan, mengawasi dan mengevaluasi seluruh penyelenggaraan pendidikan sekolah.
Dilihat dari segi masalah yang ditangani oleh kepala sekolah dari administrator sampai leader, maka tugas-tugas kepala sekolah menurut Suharjo (2006: 52) dapat dirincikan sebagai berikut:
1. Kegiatan mengatur proses belajar mengajar (PBM)
- Menyusun program tahunan dan sementara termasuk pembagian tugas mengajar.
- Menyusun jadwal pembelajaran
- Mengatur pelaksanaan penyusunan (SP) satuan pembelajaran dan lembaran kerja.
- Mengatur pelaksanaan evaluasi belajar
- Mengatur norma kenaikan kelas
- Mengatur program penggunaan waktu yang kosong.
2. Kegiatan mengabtur kemuritan
- Mengatur penerimaan murid berdasarkan pedoman penerimaan murid baru.
- Mengatur bimbingan dan penyuluhan
- Mencatat kehadiran murid
- Mengatur program kurikulum, pramuka, UKS, olahraga, dan lain-lain.
- Mengatur murid yang pindah sekolah atau mutasi.
3. Kegiatan mengatur kepegawaian
- Mengintervetarisasi pegawai
- Menyusun kenaikan perdakatan, perpindahan dan pensiunan guru.
- Mengatur kesejahteraan sosial staf sekolah.
- Mengatur pembagian tugas bila ada guru yang berhalangan (sakit, cuti, izin dan lain-lain).
4. Kegiatan mengatur gedung dan perlengkapan sekolah
- Mengatur buku-buku pelajaran untuk murid
- Mengatur perpustakaan guru atau murid di sekolah.
- Mengatur alat-alat pelajaran atau alat peraga untuk tiap-tiap bidang studi.
- Mengatur pemeliharaan kebersihan gedung dan keindahan halaman sekolah termasuk lapangan olahraga dan lain-lain.
- Pengadaan pemeliharaan dan perbaikan perlengkapan sekolah.
- Mengatur inventaris tanah, gedung dan perlengkapan sekolah.
5. Kegiatan mengatur keuangan
- Mengatur penerimaan keuangan
- Mengaelola keuangan
- Mempertanggung jawabkan keuangan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
6. Kegiatan mengatur hubungan sekolah dengan masyarakat
- Mengatur hubungan sekolah dengan orang tua murid.
- Memelihara hubungan baik dengan BP3
- Memelihara dan mengembangkan hubungan sekolah dengan lembaga-lembaga pemerintah, swasta dan organisasi lainnya.
HAKIKAT KTSP GURU
Menurut usman (2004) menyatakan bahwa kurikulum, kompetensi adalah suatu hal yang menggambarkan tentang kualifikasi atau kemampuan seseorang baik yang kulitatif maupun kuantitatif. Jadi KTSP itu merupakan kemampuan untuk menguasai bahan ajakan yang dimiliki oleh seseorang guru mata pelajaran dalam bidangnya masing-masing.
Sebagai guru yang profisional adalah guru yang memiliki kompetensi, seperti halnya; kompetensi paenagogik merupakan seseorang mengelola proses pembelajaran dari pada didik.
Kompetensi paedagogik dijelaskan bahwa dalam standar nasional pendidikan pasal 28 ayat 3 dikemukakan bahwa kompetensi paedagogik adalah kemampuan untuk mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai kompetensi yang dimiliki.
Lebih lanjut dalam RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) tentang guru dikemukakan bahwa: kompetensi paedagogik merupakan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi hal-hal sebagai berikut:
- Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan
- Pemahaman terhadap peserta didik
- Pengembangan terhadap kurikulum
- Perancang pembelajaran
- Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan biologis
- Pemanfaatan teknologi pembelajaran
- Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai petensi yang dimiliki.
- Evaluasi hasil belajar.

Kompetensi Profesional
Kompetensi professional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam standar pendidikan nasional.
Dalam undang-undang republic Indonesia nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen disebutkan: Guru adalah tenaga pendidik yang professional dengan tugas utama adalah:
- Mendidik
- Mengajar
- Membimbing
- Mengarahkan
- Melatih dan
- Mengevaluasi
Peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Pendidikan harus memiliki kualifikasi nakademik (tingkat pendidikan minimal) dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional (panduan akademik unsyiah, 2007: 1).
Sebagai profesi yang mulia guru atau pendidik harus didukung oleh profesi agar dapat menampilkan performance yang disyaratkan dalam pelaksanaan tugas-tugas kependidikan kemampuan professional minimal yang diisyaratkan bagi pendidik meliputi pensyaratan pribadi dan pensyaratan akademik.
Pensyaratan pribadi mengacu pada fisik yang sehat kepribadian yang tangguh serta memiliki loyalitas dalam melaksanakan tugas. Pensyaratan akademik merupakan aspek pengetahuan yang luas dan memiliki keterampilan untuk dapat mengimbangkan pengetahuan yang dimiliki kepada orang lain (peserta didik).

Hakikat Guru Pendidikan Jasmani
Pakar pendidikan jasmani yang pertama kali berpendapat bahwa: Pendidikan jasmani merupakan pendidikan yang melalui jasmani yaitu Williams seorang Amerika Serikat 1994: 3.
"Semua aktivitas manusia yang dipilih jenisnya dan dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, yang dipilih itu haruslah yang memberikan kemungkinan bagi peserta didik untuk menimbulkan bagi kehidupan sehari-hari. Dalam bentuk sifat toleransi, ramah, baik hati, suka menolong dan bahkan mempunyai kepribadian yang kuat".

Berdasarkan uraian di atas dapat diartikan bahwa guru pendidikan jasmani pada prinsipnya adalah bertugas mengajar mata pelajaran jasmani di sekolah-sekolah. Pekerjaan ini tidaklah mudah karena berhubungan dengan pribadi seorang anak yang bersifat kompleks dan unik.
Oleh karena itu tugas seorang guru pendidikan jasmani sama halnya dengan guru-guru bidang studi lain. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa guru pendidikan jasmani bertugas mengajar dan membentuk kepribadian peserta didik yang lebih baik melalui kegiatan jasmani yang dilakukan secara sadar sistimatis dan bertujuan untuk mencapai kedewasaannya dalam rangka pembentukan manusia seutuhnyua dengan melalui proses belajar dan berlatig secara teratur.

Karakteristik Pendidikan Jasmani
Rusli Lutan (dalam Mikdar, 2006: 5) mengemukakan bahwa ciri pokok pendidikan jasmani mengandung unsur sebagai berikut:
- Tujuannya serba lengkap mencakup aspek fisikal, intelektual, emosional, sosial dan moral.
- Prosesnya terselenggara via aktivitas jasmani, permainan dan olahraga.
- Disajikan melalui metode dan strategi tertentu yang sesuai dengan materi dan tujuan.
- Dipantau dan dinilai secara berkelanjutan untuk mengetahui seberapa jauh tujuan dicapai dan berlangsung dalam sebuah lingkungan atau ekosistem pendidikan.

Tujuan KTSP dalam Pendidikan Jasmani
Tujuan secara umum menurut Pangrazi (dalam Mikdar 2006: 4) menyatakan bahwa pendidikan jasmani adalah:
"Bagian dari program pendidikan secara keseluruhan yang memberikan konstribusi terutama bagi keseluruhan pertumbuhan dan perkembangan anak melalui pengalaman gerak".
Bila dicermati demikian ataupun pendapat di atas pada prinsipnya memberikan tekanan bahwa pendidikan jasmani tidak hanya menekan pada aspek psikomotor dan kognitif semata, namun juga menekankan pada aspek afektif, termasuk sikap sosial. Oleh karena itu nilai-nilai pendidikan jasmani terhadap perkembangannya. Sehingga tujuannya yang diinginkan dicapai bersifat menyeluruh, mencakup aspek fisikal, intelektual, emosional, sosial dan moral.

Kerangka Berfikir
Tugas pokok guru sebagai pendidik dana mengajar yang demokratis memerlukan beberapa kompetensi atau kemampuan yang sesuai seperti kompetensi paedagogik kepribadian, kompetensi professional dan kompetensi sosial.
Kemampuan dalam pendidikan memuat pemahaman akan sifat, cirri anak didik dan perkembangannya. Mengerti beberapa konsep pendidikan yang berguna untuk membantu siswa untuk menguasai beberapa metodelogi mengajar yang sesuai dengan bahan dan perkembangan peserta didik, serta peserta didik, serta menguasai sistem evaluasi yang tepat dan baik yang pada gilirannya semakin meningkatkan kemampuan peserta didik.
Kemampuan professional merupakan kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan, membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam standar pendidikan nasional.
Kemampuan kepribadian lebih menyangkut jati seseorang guru sebagai pribadi yang baik, bertanggung jawab, terbuka dan terus mau belajar untuk maju. Kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidikan, tenaga kependidikan orang tua / wali murid dan lingkungan sekitarnya. Karena guru juga tidak di tengah-tengah masyarakat menjadi bagian dari masyarakat maka mereka juga ikut hadir di dalam masyarakat.

PENGEMBANGAN KTSP
1. Ilmiah
Keseluruhan materi dan kegiatan menjadi muatan dalam KTSP harus benar dan dapat dipertanggung jawabkan.
2. Relevan
Cakupan kedalam,tingkat kesukaran dan ukuran penyajian materi dalam KTSP / silabus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial emosional, dan spiritual peserta didik.
3. Sistematis
Komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi.
4. Konsistensi
Ada hubungan yang konsisten antara kompetensi dasar, indicator, materi pokok, belajar belajar, sumber belajar dan sistem penilaian.
5. Memadai
Cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar dan sistem penilaian.


6. Aktual dan kontektual
Cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, dan sistem penilaian memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata dan peristiwa yang terjadi.
7. Fleksibel
Keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi variasi peserta didik, pendidikan, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan tuntutan masyarakat.
8. Menyeluruh
Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi (kognitif, afektif, psikomotor).
9. Desentralistik
Pengembangan silabus ini bersifat desentralistik, maksudnya bahwa kewenangan pengembangan silabus bergantung pada daerah masing-masing, atau bahkan sekolah masing-masing.








DAFTAR PUSTAKA

Deddy, Mulyana (2001). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. PT. Remaja Rosda Karya. Bandung.

Jalalluddin Rahmat, (2004). Psikologi Manajemen. PT. Rosda Karya, Bandung.

Mukminan, Dkk (2002). Pedoman Umum Penyusunan Silabus Berbasis Kompetensi Siswa Sekolah Dasar. Yogyakarta.

Suharsimi Arikunto, (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta.

User Usman, (2004). Menjadi Guru Professional. PT. Remaja Rosda Karya, Bandung.

Yus Anita, (2006). Penilaian Portofolio Untuk Sekolah Dasar. Dediknas Dikti, Jakarta.

Zulfajri, (2003). Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Difa Publisher. Jakarta.

PERANAN KOMITE SEKOLAH DALAM PROSES PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR

A. Judul
PERANAN KOMITE SEKOLAH DALAM PROSES PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR (SD).

B. Latar Belakang Masalah
Dengan adanya desentralisasi manajemen pendidikan dan manajemen berbasis sekolah (MBS) peran kepala sekolah mulai berubah. Apalagi komite sekolah mulai berperan penting dalam pengelolaan sekolah. Menurut Managing Basic Education "Kepala sekolah mempunyai dua peran utama, pertama sebagai pemimpin institusi bagi para guru, dan kedua memberikan pimpinan dalam manajemen".
Pembaharuan pendidikan melalui manajemen berbasis sekolah (MBS) dan komite sekolah yang diperkenalkan sebagai bagian dari desentralisasi memberikan kepada kepala sekolah kesempatan yang lebih besar untuk menerapkan dengan lebih mantap berbagai fungsi dari kedua peran tersebut.
Selanjutnya menurut penelitian Managing Basic Education "Beberapa kepala sekolah yang lebih berani, berada dalam tahap di mana mereka dan beberapa guru gurunya dapat mengembangkan inovasi mereka sendiri, sehingga menyebabkan guru dari sekolah lain beramai-ramai mengunjungi sekolah tsb dalam usaha mereka mencari gagasan gagasan baru. Kepala sekolah yang lebih progresif ini juga menggunakan berbagai strategi yang juga merupakan suatu inovasi untuk mendorong agar guru berinovasi, dan menularkan inovasi mereka ke guru lain di sekolah tsb."
Selain menemukan dana yang terbatas sebagai kendala untuk meningkatkan praktik, beberapa kepala sekolah, dengan bijak menemukan kebutuhan mereka sendiri untuk melakukan peningkatan diri. Banyak kepala sekolah yang dikunjungi selama studi, telah memanfaatkan kesempatan yang diberikan oleh SBM untuk menyesuaikan kinerjanya agar memenuhi situasi baru di sekolah dan di masyarakat, dan menerapkan perubahan-perubahan.
Mereka menyadari bahwa mereka harus lebih menjadi kolega dari pada atasan dari para guru dan bekerjasama lebih erat dengan para guru dan masyarakat dalam menangani permasalah-permasalah pendidikan. Kerjasama penanganan masalah ini termasuk tugas pengelolaan penting, seperti: supervisi kelas untuk mendorong dan mendukung pelaksanaan PAKEM, memimpin pertemuan informal dengan para guru, untuk menstimulasi, berdiskusi dan berbagi pengalaman mengenai inovasi, menghargai dan mendukung hasil kerja dari komite sekolah untuk sekolah.
Beberapa perubahan kinerja kepala sekolah yang dilaporkan termasuk: (i) manajemen terbuka-menjadi transparan, akuntabel, dan melibatkan banyak pihak dalam perencanaan, keuangan dan pengembangan program sekolah bersama sama dengan para guru dan masyarakat; (ii) menciptakan dan mengelola suasana belajar yang ramah dan positif di sekolah; (iii) terbuka dan mendukung inovasi.
Di lain pihak, kepala sekolah lebih enggan dalam hal-hal lain, seperti mendelegasikan tanggung jawab pelaksanaan program sekolah kepada yang lain, mengunjungi dan memonitor guru kelas, atau memimpin rapat formal dengan komite dan orang tua murid lebih sering dari kebiasaan selama ini, yakni sebulan sekali, atau satu semester sekali. Lebih lanjut, kepala sekolah yang lebih terbuka mengakui bahwa para guru mereka juga mengalami kendala untuk mengubah perilaku/kinerjanya di kelas daripada mengatakan bahwa guru mereka tidak responsif, melakukan usaha usaha positif, untuk membantu guru mengatasi ketakutan mereka. Kekhawatiran utama para kepala sekolah dan guru adalah belum tahu dampak penggunaan pendekatan PAKEM pada kinerja siswa Ujian Akhir Sekolah.
Sebagai simpulan, kepala sekolah nampak lebih nyaman melakukan peran pimpinan manajemen dari pada pimpinan pembelajaran. Beberapa kepala sekolah mempunyai persepsi mereka sendiri mengenai perannya lebih terfokus pada pimpinan institusi dan menganggap bahwa "mengajar adalah urusan guru".
Para guru dan anggota komite melihat peran kepala sekolah dalam hubungan dengan peran mereka sendiri di dalam sekolah. Dalam hal ini, para guru menfokuskan kebutuhan mereka untuk dipenuhi oleh kepala sekolah untuk tugas kelas mereka. Sejalan dengan itu, anggota komite membuat daftar fungsi-fungsi itu sebagai bagian dari peran kepala sekolah dalam pertemuan komite, yakni: fasilitator, motivator, advisor, inisiator , mediator, dan partner.
Berdasarkan pembahasan di atas, maka penulis mengambil judul tentang: "Survei Terhadap Peranan Komite Sekolah Dalam Proses Pembelajaran Di Sekolah Dasar (SD)".

C. Rumusan Masalah
Dalam sebuah penelitian tentunya mempunyai permasalahan yang akan diteliti, analisis, dan diusahakan pemecahannya. Berdasarkan latar belakang yang ada maka penulis dapat mengambil alasan tentang bagaimana peranan komite di sekolah. Dalam penelitian ini permasalahan yang diangkat adalah:
- Bagaimana Peranan Komite Sekolah dalam Proses Pembelajaran di Sekolah Dasar (SD).
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
- Untuk mengetahui bagaimana Peranan Komite Sekolah dalam Proses Pembelajaran di Sekolah Dasar se Kecamatan Tadu Raya Kabupaten Nagan Raya?

E. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah supaya sekolah dibentuk sebagai mitra sekolah dalam mengembangkan diri menuju peningkatan kualitas pendidikan, dalam pelaksanaannya komite sekoleh bekerja berdasarkan fungsi-fungsi dan manajemen yaitu sebagai berikut:
1. Advisory agency (pemberi pertimbangan)
2. Supporting agency (pendukung kegiatan layanan pendidikan)
3. Controlling agency (pengontrol kegiatan layanan pendidikan) dan
4. Mediator / penghubung atau pengait tali komunikasi antara masyarakat dengan pemerintah.

F. Ruang Lingkup dan Definisi Operasional
1. Ruang Lingkup Penelitian
Sesuai dengan waktu dan kemampuan yang penulis miliki, maka permasalahan dalam penelitian ini penulis batasi dengan harapan penelitian ini lebih terarah dan tidak terlalu luas dalam pembahasannya.

Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penelitian ini dilakukan di SD Negeri se Kecamatan Tadu Raya Kabupaten Nagan Raya tahun ajaran 2009/2010.
2. Adapun yang menjadi objek penelitiannya adalah seluruh komponen sekolah dasar yang terlibat di dalamnya.

G. Landasan Teoritis
Sekolah sebagai suatu sistem terdiri atas beberapa elemen, yang antara satu elemen dengan elemen lainnya saling berkaitan dan saling pengaruh mempengaruhi. Sebagai contoh, kepala sekolah adalah salah satu elemen sekolah. Kepala sekolah akan berhubungan secara timbal balik dengan elemen-elemen lain di sekolah itu.

1. Pengembangan Peran Komite Sekolah
Secara yuridis formal, hampir semua sekolah telah memiliki perangkat Komite Sekolah sebagai wakil masyarakat dalam membantu program pendidikan. Komite Sekolah telah menunjukkan perannya sebagai mitra sekolah terutama bagi kepala sekolah dan guru dalam merancang dan melaksanakan program pendidikan, baik program pembangunan fisik maupun non fisik seperti program pembelajaran di kelas. Namun demikian, dalam perjalanannya kiprah Komite Sekolah belum sepenuhnya melaksanakan peran dan fungsi sebagai organisasi mitra sekolah dalam membantu program pendidikan sesuai dengan rencana. Sejumlah fakta berikut merupakan refleksi empirik tentang potret sebagian Komite Sekolah.
Beberapa fakta tentang Komite Sekolah:
1. Di sebagian daerah, sosialisasi tentang peran Komite Sekolah kepada masyarakat belum efektif.
2. Di beberapa sekolah, Komite Sekolah hanya berperan sebagai alat kelengkapan sekolah.
3. Komite Sekolah hanya difungsikan sebagai pengumpul dana untuk membiayai program sekolah.
4. Tugas pokok dan fungsi Komite Sekolah belum dilaksanakan secara optimal.
5. Di beberapa sekolah, komposisi keanggotaan laki-laki dan perempuan dalam organisasi Komite Sekolah belum berimbang.
Dalam pelatihan sesi ini akan dibahas lebih dalam mengenai peran Komite Sekolah serta strategi meningkatkan peran tersebut, sehingga setelah mengikuti sesi ini diharapkan para peserta dapat merumuskan berbagai strategi dalam meningkatkan peran Komite Sekolah.

2. Pembentukan Komite Sekolah
1. Prinsip Pembentukan
Pembentukan Komite Sekolah menganut prinsip?prinsip sebagai berikut:
a. Transparan, akuntabel, dan demokratis;
b. Merupakan mitra satuan pendidikan.
2. Mekanisme Pembentukan
a. Pembentukan Panitia Persiapan
1) Masyarakat dan/atau kepala satuan pendidikan membentuk panitia persiapan. Panitia persiapan berjumlah sekurang?kurangnya 5 (lima) orang yang terdiri atas kalangan praktisi pendidikan (seperti guru, kepala satuan pendidikan, penyelenggara. pendidikan), pemerhati pendidikan (LSM peduli pendidilkan, tokoh masyarakat, tokoh agama, dunia usaha dan industri), dan orangtua peserta didik.
2) Panitia persiapan bertugas mempersiapkan pembentukan Komite Sekolah dengan langkah?langkah sebagai berikut:
a) Mengadakan forum sosialisasi kepada masyarakat (termasuk pengurus / anggota BP3, Majelis Sekolah, dan Komite Sekolah yang sudah ada) tentang Komite Sekolah menurut Keputusan ini;
b) Menyusun kriteria dan mengindentifikasi calon anggota berdasarkan usulan dan masyarakat;
c) Menyeleksi calon anggota berdasarkan usulan dan masyarakat;
d) Mengumumkan nama-nama calon anggota kepada masyarakat;
e) Menyusun nama-nama anggota terpilih;
f) Memfasilitasi pemilihan pengurus dan anggota Komite Sekolah;
g) Menyampaikan nama pengurus dan anggota kepaca kepala satuan pendidikan.
b. Panitia Persiapan dinyatakan bubar setelah Komite Sekolah terbentuk.
3) Penetapan pembentukan Komite Sekolah
Komite Sekolah ditetapkan untulk pertama kali dengan Surat Keputusan kepala satuan pendidikan, dan selanjutnya diatur dalam AD dan ART.






3. Peran dan Fungsi
a) Komite Sekolah berperan sebagai:
1. Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan;
2. Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud finansial, pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan;
3. Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan;
4. Mediator antara pemerintah (mediating agency) dengan masyarakat di satuan pendidikan.
b) Komite Sekolah berfungsi sebagai berikut:
1. Membantu sekolah mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (sesuai dengan UU Sisdiknas Pasal 36 Ayat 2);
2. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu;
3. Melakukan kerjasama dengan masyarakat (perorangan/organisasi/dunia usaha/dunia industri) dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu;
4. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat;
5. Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan pendidikan mengenai:
a. Kebijakan dan program pendidikan;
b. Rencana Anggaran Pendidikan dan Belanja Sekolah (RAPBS);
c. Kriteria kinerja satuan pendidikan;
d. Kriteria tenaga kependidikan;
e. Kriteria fasilitas pendidikan; dan
f. Hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan;
6. Mendorong orangtua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan;
7. Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan;
8. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.

Demikian juga sebalinya. Sekolah sebagai suatu sistem terdiri atas beberapa elemen sebagai berikut:
a. Peserta didik (anak didik, siswa)
b. Kepala sekolah
c. Pendidik atau guru
d. Staf tata usaha
e. Kurikulum
f. Fasilitas pendidikan lainnya.
Berdasarkan teori input-process-output, elemen-elemen sekolah sebagai suatu sistem tersebut dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Elemen masukan kasar (raw input) adalah peserta didik yang mengikuti proses pembelajaran, dengan latar belakang sosial-ekonomis-budaya, dan kesiapan akademisnya.
b. Elemen masukan instrumental (instrumental input), meliputi:
1) kepala sekolah
2) pendidik atau guru
3) kurikulum, dan
4) fasilitas pendidikan
c. Elemen masukan lingkungan (environmental input), meliputi:
1) alam (geografis, demografis)
2) sosial, ekonomi, kebudayaan.
d. Proses pendidikan (process) merupakan interaksi edukatif, atau proses belajar mengajar, proses pembelajaran, menggunakan metode dan media pembelajaran atau alat peraga yang diperlukan.
e. Output atau keluaran, yaitu berapa siswa yang tamat dan atau lulus dari sekolah tersebut.
f. Outcomes atau hasil, misalnya berapa siswa yang melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, berapa yang dapat memperoleh lapangan kerja, dsb.

Namun perlu difahami bahwa hasil pembangunan pendidikan yang terlalu berorientasi kepada masukan (input) ternyata tidak sesuai dengan harapan. Banyak fasiltias pendidikan yang telah diadakan, telah banyak guru yang telah ditatar atau mengikuti pelatihan, banyak buku yang telah diterbitkan, dan kurikulum pun selalu disempurnakan. Namun apa hasilnya? Gedung sekolah masih banyak yang rusak, mutu pendidikan (secara rata-rata) masih rendah. Berdasarkan analisis tersebut, ada kemungkinan hal itu terjadi karena proses pendidikan, apa yang terjadi di dalam ruang kelas masih belum banyak memperoleh perhatian kita. Kini, proses pendidikan yang terjadi di ruang kelas itulah yang seyogyanya kini lebih memperoleh perhatian kita.
Kinerja sekolah ditentukan oleh kinerja semua elemen sekolah. Keberhasilan sekolah tidak ditentukan oleh kinerja kepala sekolah saja, juga bukan oleh kinerja pendidiknya saja, atau juga bukan karena gedungnya yang megah, juga bukan karena fasilitasnya yang lengkap, melainkan oleh sinergi yang dibangun dari semua elemen sekolah.
Berdasarkan konsep sekolah efektif, terdapat lima elemen yang menentukan efektivitas kinerja suatu sekolah:
a. strong principal leadership (kepemimpinan kepala sekolah yang kuat)
b. safe and conducive school climate (iklim sekolah yang aman dan kondusif)
c. emphasis on the acquition of basic sklls (menekankan pada pengusaan kecakapan dasar)
d. teacher high expectation (ekspektasi yang tinggi pada pendidik)
e. frequency of evaluation (keteraturan penilaian)
Kelima faktor sekolah efektif tersebut merujuk kepada elemen-elemen sekolah yang sangat penting, yakni kepala sekolah, pendidik, kurikulum, dan penilaian secara berkala kepada siswa.
Adapun peran Komite Sekolah dalam peningkatan efektivitas sekolah pada umumnya, dan hasil belajar siswa pada khususnya, jika elemen-elemen yang disebutkan sebagai elemen yang berpengaruh pada hasil belajar siswa, maka ada masukan lingkungan yang juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap peningkatan mutu pendidikan pada umumnya dan peningkatan hasil belajar siswa pada khususnya. Selain masukan instrumental (instrumental input), dalam sistem tersebut juga terdapat masukan yang tidak kalah pentingnya, yakni masukan lingkungan (environmental input) yang antara lain adalah kondisi sosial-ekonomi-budaya, dan bahkan termasuk keamanan lingkungan sekolah. Dalam konteks ini, faktor orangtua dan masyarakat juga memegang peranan yang amat penting dalam peningkatan mutu pendidikan. Orang tua dan masyarakat serta elemen pemangku kepentingan (stakeholder) merupakan masukan lingkungan yang ikut berpengaruh terhadap kinerja sekolah sebagai suatu sistem (Suparlan, 2005: 61).












DAFTAR PUSTAKA


Dimyati dan Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Dunkin, M.J. dan Biddle, B.J. 1974. The Study of Teaching. New York: Rinehart and Wsiton Inc.

Mulyasa, E. 2004. Implementasi Kurikulum 2004: Panduan Pembelajaran KBK. Bandung: Rosda.

Nurdin, Muhamad. 2004. Kiat Menjadi Guru Profesional. Jogyakarta: Prisma Sophie.

Sagala, Syaiful. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran: Untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar. Bandung: Alfabeta.

Sanjaya, Wina. 2005. Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Fajar Interpratama Offset.

Sudjana, D. 2001. Metode dan Teknik Pembelajaran Partisipatif. Bandung: Falah Production.

PERANAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH

A. Judul
PERANAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS) DALAM MENUNJANG PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR (SD).

B. Latar Belakang Masalah
Sejak bergulirnya reformasi pertengahan tahun 1998, telah terjadi gelombang perubahan dalam segala sendi kehidupan, baik kehidupan bermasyarakat, berbangsa maupun bernegara. Perubahan mendasar dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara saat ini merupakan pergeseran terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan. Selama ini penggunaan pradigma sentralistik selanjutnya terjadi pergeseran orientasi menuju paradigma desentralistik. Perubahan orientasi paradigma ini diberlakukan melalui penetapan perundang-undangan mengenaai Pemerintah Daerah, yang lebih sering kita dengar dengan terminologi otonomi daerah.
Perubahan orientasi paradigma tersebut telah melahirkan sistem penyelenggaraan pemerintahan yang lebih dinamis. Seluruh aktivitas yang dilakukan cenderung berdasarkan aspirasi setempat (kedinasan), sehingga sasaran lebih terjamin pencapaiannya. Dengan demikian, prinsip efektivitas terhadap perencanaan nasional maupun daerah diharapkan terpenuhi secara maksimal dan optimal. Hal ini dimungkinkan terjadi karena pemetaan permasalahan bersifat objektif, aktual, konstektual dan berbagai masalah teridentifikasi secara objektif.
Salah satu implementasi dari penerapan paradigma desentralisasi itu adalah di sektor pendidikan. Sektor pendidikan selama ini ditengarai terabaikan dan dianggap hanya sebagai bagian dari aktivitas sosial, budaya, ekonomi dan politik. Akibatnya, sektor pendidikan dijadikan komoditas berbagai variabel di atas oleh para pengambil kebijakan, baik oleh eksekutif maupun legislatif ketika mereka menganggap perlu mengangkat isu-isu kependidikan yang dapat meningkatkan perhatian publik terhadap mereka. Memang ironis dan memprihatinkan ketika bangsa lain justru menjadikan pendidikan sebagai leading sector pembangunannya, menuju keadilan dan kesejahteraan masyarakatnya.
Begitulah sektor pendidikan ditempatkan selama ini, ia tidak menjadi leading sector dalam perencanaan pembangunan mutu manusia secara nasional. Padahal amanah terpenting dari kemerdekaan bangsa ini adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Seharusnya seluruh perencanaan dan aktivitas apa pun yang dilakukan adalah dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pendidikan merupakan salah satu bidang yang disentralisasikan yang berkaitan erat dengan filosofi otonomi daerah. Secara esensial landasan filosofis otonomi daerah adalah pemberdayaan dan kemandirian daerah menuju kematangan dan kualitas masyarakat yang dicita-citakan (Gafar, 2000). Pendidikan merupakan salah satu instrumen paling penting dalam kehidupan manusia. Ia merupakan bentuk strategi budaya tertua bagi manusia untuk mempertahankan berlangsungnya eksistensi mereka (Fakih dalam Wahono, 2000: 3). Oleh karenanya, upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitasnya harus dilakukan secara terus menerus. Melalui pendidikan diharapkan pemberdayaan, kematangan, dan kemandirian serta mutu bangsa secara menyeluruh dapat terwujud. Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang bersifat fungsional bagi setiap manusia dan memiliki kedudukan strategis untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Tantangan lainnya yang mempengaruhi pendidikan adalah perubahan yang terjadi akibat semakin mengglobalnya tatanan pergaulan kehidupan dunia saat ini. Di era globalisasi, kebutuhan terhadap sumber daya manusia yang berkualitas tidak bisa ditawar lagi dengan adanya tantangan yang dihadapi yakni persaingan dengan negara lainnya, khususnya negara tetangga di kawasan ASEAN. Padahal saat ini kualitas sumber daya manusia negara kita berdasarkan parameter yang ditetapkan oleh UNDP pada tahun 2000 berada pada peringkat ke-109. Padahal Singapura, Malaysia, Thailand dan Fhilipina lebih baik peringkatnya dari kita. Dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia, kita semua sepakat bahwa pendidikan memegang peran yang sangat penting. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan salah satu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri (Suryadi, 1999).
Walaupun tujuh tahun telah berlalu sejak penetapan UNDP tahun 2000 tentang peringkat mutu sumber daya manusia Indonesia, ternyata hingga saat ini bukannya semakin meningkat meningkat, tetapi tetap jalan ditempat, bahkan teridentifikasi semakin menurun. Berdasarkan laporan World Economic Forum, tingkat daya saing Indonesia pada tahun 2006 berada diurutan ke-50, Malaysia ke-26, Singapura ke-5, India ke-43 dan Korea Selatan ke-24. Oleh karena itu, upaya untuk meningkatkan mutu manusia Indonesia melalui pendidikan, dilakukan secara terencana, terarah, intensif, efektif dan efisien, sesuai dengan kebutuhan yang semakin mendesak.
Terminologi pendidikan memiliki ruang lingkup yang luas, meliputi pendidikan persekolahan dan pendidikan luar sekolah. Namun demikian kenyataan menunjukkan bahwa tumpuan utamanya dalam pengembangan sumber daya manusia melalui pendidikan berada pada pendidikan persekolahan. Karena itu, upaya reformasi pendidikan ditujukan untuk memperbaiki sistem pendidikan persekolahan agar dapat menjawab tantangan nasional, regional dan global yang berada di hadapan kita.
Salah satu pendekatan yang dipilih di era desentralisasi sebagai alternatif peningkatan kualitas pendidikan persekolahan adalah pemberian otonomi yang luas di tingkat sekolah serta partisipasi masyarakat yang tinggi dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Pendekatan tersebut dikenal dengan model Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah (MBS) atau School Based Management.
Mutu menjadi satu-satunya hal yang sangat penting dalam pendidikan, bisnis dan pemerintahan. Saat ini memang ada masalah dalam sistem pendidikan. Lulusan SMK atau perguruan tinggi tidak siap memenuhi kebutuhan masyarakat. Para siswa yang tidak siap jadi warga negara yang bertanggung jawab dan produktif itu, akhirnya hanya jadi beban masyarakat. Para siswa itu adalah produk sistem pendidikan yang tidak terfokus pada mutu, yang akhirnya hanya memberatkan anggaran kesejahteraan sosial saja. Adanya lulusan lembaga pendidikan yang seperti itu berdampak pula pada sistem peradilan kriminal, lantaran mereka tak dipersiapkan untuk memenuhi kebutuhan generasi mendatang, dan yang lebih parah lagi, akhirnya mereka menjadi warga negara yang merasa terasing dari masyarakatnya.



C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana peranan komite sekolah dalam proses pembelajaran di Sekolah Dasar?

D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
- Untuk mengetahui bagaimana peranan Manajemen Berbasis Sekolah dalam proses pembelajaran di Sekolah Dasar se Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya?

E. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah agar sekolah dapat dikembangkan untuk memenuhi permintaan berbagai pihak konstituen, yakni pemerintah, para ahli pendidikan, orang tua siswa, siswa itu sendiri serta berbagai anggota masyarakat yang menaruh harapan-harapan pada pendidikan.

F. Ruang Lingkup dan Definisi Operasional
1. Ruang Lingkup Penelitian
Sesuai dengan waktu dan kemampuan yang penulis miliki, maka permasalahan dalam penelitian ini penulis batasi dengan harapan penelitian ini lebih terarah dan tidak terlalu luas dalam pembahasannya.
Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penelitian ini dilakukan di SD Negeri se Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya tahun ajaran 2009/2010.
2. Adapun yang menjadi objek penelitiannya adalah seluruh komponen sekolah dasar yang terlibat di dalamnya.

G. Landasan Teoritis
Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah
Lembaga pendidikan formal atau sekolah dikonsepsikan untuk mengembangkan fungsi reproduksi, penyadaran dan mediasi secara simultan. Fungsi-fungsi sekolah itu diwadahi melalui proses pendidikan dan pembelajaran sebagai inti bisnisnya. Pada proses pendidikan dan pembelajaran itulah terjadi aktivitas kemanusiaan dan pemanusiaan sejati. Tiga pilar fungsi sekolah yakni fungsi pendidikan sebagai penyadaran; fungsi progresif pendidikan dan; fungsi mediasi pendidikan (Danim, 2007:1).
Hal tersebut nampak bahwa sekolah hanyalah salah satu dari subsistem pendidikan karena lembaga pendidikan itu sesungguhnya identik dengan jaringan-jaringan kemasyarakatan. Fungsi penyadaran atau fungsi konservatif bermakna bahwa sekolah bertanggung jawab untuk mempertahankan nilai-nilai budaya masyarakat dan membentuk kesejatian diri sebagai manusia. Pendidikan sebagai instrumen penyadaran bermakna bahwa sekolah berfungsi membangun kesadaran untuk tetap berada pada tataran sopan santun, beradab, dan bermoral di mana hal ini menjadi tugas semua orang.
Pendidikan formal, informal dan pendidikan kemasyarakatan merupakan pranata masyarakat bermoral dengan partisipasi total sebagai replica idealnya. Partisipasi anak didik dalam proses pendidikan dan pembelajaran bukan sebagai alat pendidikan, melainkan sebagai intinya. Sebagai bagian dari jaring-jaring kemasyarakatan, masyarakat pendidikan perlu mengemban tugas pembebasan, berupa penciptaan norma, aturan, prosedur, dan kebijakan baru. Orang tua, guru, dan dosen harus mampu membebaskan anak-anak dari aneka belenggu, bukan malah menindasnya dengan cara menetapkan norma tunggal atau menuntut kepatuhan secara membabi buta. Mereka perlu membangun kesadaran bagi lahirnya proses dialogis yang mengantarkan individu-individu secara bersama-sama untuk memecahkan masalah eksistensial mereka. Tidak menguntungkan jika anak dan anak didik diberi pilihan tunggal ketika mereka menghadapi fenomena relatif dan normatif, termasuk fenomena moralitas.
Fungsi konservatif atau fungsi penyadaran sekolah sebagai lembaga pendidikan masih menjelma dalam sosok konservatisme pendidikan persekolahan, bukan sebagai wahana pewarisan dan seleksi budaya, ditandai denga makin terperosoknya kearifan generasi dalam mewarisi nilai-nilai mulai peradaban masa lampau. Bukti konservatisme pendidikan formal benar-benar nyata di dalam alur perjalanan sejarah. Seperti dikemukakan oleh Ash Hatwell (1995), diperlukan waktu sekitar 100 tahun bagi teori dan ide ilmiah untuk dapat mempengaruhi isi, proses, dan struktur persekolahan. Bersamaan dengan itu, perubahan wajah dunia terus berakselerasi. Misalnya, pada abad ke-20 telah diproduksi konsep dan teori yang radikal tentang alam, realitas dan epistemologi.
Munculnya teori relativitas, mekanika kuantum, dan penemuan ilmiah lainnya adalah contoh nyata revolusi di bidang keilmuan. Memang, evolusi perilaku sosial jauh lebih cepat dibandingkan dengan evolusi spesies-genetik nonrekayasa. Meski kita harus pula menerima realitas bahwa pendidikan formal belum menampakkan pergeseran fungsi progresifnya yang signifikan. Fungsi reproduksi atau fungsi progresif merujuk pada eksistensi sekolah sebagai pembaru atau pengubah kondisi masyarakat kekinian ke sosok yang lebih maju. Selain itu, fungsi ini juga berperan sebagai wahana pengembangan, reproduksi, dan desiminasi ilmu pengetahuan dan teknologi. Para peneliti, penulis buku, pengamat, pendidik, guru, tutor, widyaiswara, pemakalah seminar, dan sejenisnya adalah orang yang banyak bergulat dengan pengkajian, penelitian, penelaahan, dan desiminasi ilmu. Saat ini fungsi progresif sekolah sebagai lembaga pendidikan terus menampakkan sosoknya, meski belum menunjukkan capaian yang signifikan, setidaknya pada banyak daerah dan jenis sekolah. Di daerah pedalaman misalnya, masih banyak sekolah yang sulit mempertahankan kondisinya pada taraf sekarang, apalagi mendongkrak mutu kinerjanya. Meski harus diakui pula, pada banyak tempat telah lahir sekolah-sekolah unggulan atau sekolah-sekolah yang diunggulkan oleh masyarakat karena mampu mengukir prestasi, misalnya peningkatan hasil belajar siswa.
Fungsi itu akan lebih lengkap jika pendidikan juga melakukan fungsi mediasi, yaitu menjembatani fungsi konservatif dan fungsi progresif. Hal-hal yang termasuk kerangka fungsi mediasi adalah kehadiran institusi pendidikan sebagai wahana seosialisasi, pembawa bendera moralitas, wahana proses pemanusiaan dan kemanusiaan umum, serta pembinaan idealisme sebagai manusia terpelajar.
Di Negara kita, pelembagaan MBS dipandang urgen atau mendesak. Hal itu sejalan dengan tuntutan masyarakat agar lembaga pendidikan persekolahan dapat dikelola secara lebih demokratis dibandingkan dengan pola kerja ‘’dipandu dari atas’’ sebagaimana dianut oleh negara yang menerapkan pemerintahan sentralistik. Persoalan utama di sini bukan terletak pada apakah format manajemen sekolah yang dipandu secara sentralistik itu lebih buruk ketimbang pendekatan MBS yang memuat pesan demokratisasi pendidikan, demikian juga sebaliknya. Persoalan yang paling esensial adalah apakah dengan perubahan pendekatan manajemen sekolah itu akan bermaslahat lebih besar dibandingkan dengan format kerja secara sentralistik ini, terutama dilihat dari kepentingan pendidikan anak.
Maslahat aplikasi MBS bagi peningkatan kinerja sekolah dan perbaikan mutu hasil belajar peserta didik pada sekolah-sekolah yang menerapkannya masih harus diuji di lapangan. Prakarsa menuju perbaikan mutu melalui perubahan dari sentralisasi ke desentralisasi pengelolaan pendidikan tidak mungkin diperoleh secara segera. Hal ini sejalan dengan konsep Kaizen, bahwa kemajuan dicapai bukanlah sebuah lompatan besar ke depan. Menurut Kaizen kemajuan dicapai karena perubahan-perubahan kecil yang bersifat kontinu atau tanpa henti dalam beratus-ratus dan bahkan beribu-ribu detail yang berhubungan dengan usaha menghasilkan produk atau pelayanan.
Keberhasilan penerapan manajemen pendidikan berbasis sekolah sangat ditentukan political will pemerintah dan kepemimpinan di persekolahan. Ironisnya selama ini, political will tersebut tidak utuh sebagai pendukung utama, demikian juga kepemimpinan di persekolahan yang cenderung memakai pendekatan birokratis hirarkis dan bukannya demokratis.
Walaupun political will adakalanya terlihat tidak begitu utuh dalam menerapkan prinsip-prinsip manajemen pendidikan berbasis sekolah, seharusya diimbangi dengan format kepemimpinan kepala sekolah yang handal dalam memimpin persekolahan. Menurut Nurkolis (2003:141) kepemimpinan adalah isu kunci dalam MBS, bahkan dalam beberapa terminology Site-Based Leadership digunakan sebagai pengganti Site-Based Management. Dalam implementasi MBS maka diperlukan perspektif dalam keterampilan kepemimpinan baik pada tingkat pemerintahan maupun tingkat sekolah.
Dengan MBS unsur pokok sekolah (constituent) memegang kontrol yang lebih besar pada setiap kejadian di sekolah. Unsur pokok sekolah inilah yang kemudian menjadi lembaga nonstruktural yang disebut dewan sekolah yang anggotanya terdiri dari guru, kepala sekolah, administrator, orang tua, anggota masyarakat, dan murid (Nurkolis, 2003:42).
Agar sekolah mengembangkan fokus mutu, setiap orang dalam sistem sekolah mesti mengakui bahwa setiap output lembaga pendidikan adalah kostumer. Dalam survai terakhir atas 150 pengawas sekolah untuk mengukur pemahaman mereka atas mutu, rupanya 35% responden yang disurvai menunjukkan, mereka tak yakin bila sekolah itu memiliki kostumer. Memang masih lebih banyak pihak dalam komunitas pendidikan yang mengakui adanya kostumer untuk tiap keluaran pendidikan, tapi mutu pendidikan tak kunjung diperbaiki.
Pendidikan mesti dipandang sebagai sebuah sistem. Ini merupakan konsep yang amat sulit dipahami para profesional pendidikan. Umumnya orang bekerja dalam bidang pendidikan memulai perbaikan sistem tanpa mengembangkan pemahaman yang penuh atas cara sistem tersebut bekerja. Dalam sebuah analisa rinci atas perguruan tinggi di Inggris belum lama ini, ternyata cukup mengejutkan. Perguruan tinggi itu tak punya catatan tertulis mengenai proses atau prosedur kerja. Fungsi-fungsi bisa berjalan lantaran memang selalu dijalankan. Hanya dengan memandang pendidikan sebagai sebuah sistem maka para profesional pendidikan dapat mengeliminasi pemborosan dari pendidikan dan dapat memperbaiki mutu setiap proses pendidikan.
Konsep dasarnya, mutu adalah segala sesuatu yang dapat diperbaiki. Menurut filosofi manajemen lama, ‘’kalau belum rusak, janganlah diperbaiki’’. Mutu didasarkan pada konsep bahwa setiap proses dapat diperbaiki dan tidak ada proses yang sempurna. Menurut filosofi manajemen yang baru, ‘’bila tidak rusak, perbaikilah, karena bila Anda tidak melakukannya orang lain pasti melakukannya’’. Inilah konsep perbaikan berkelanjutan.
Keterlibatan total, setiap orang harus berpartisipasi dalam transformasi mutu. Mutu bukan hanya tanggung jawab dewan sekolah atau pengawas. Mutu menuntut setiap orang memberi kontribusi bagi upaya mutu. Pengukuran. Ini merupakan bidang yang seringkali gagal di banyak sekolah. Banyak hal yang baik terjadi dalam pendidikan sekarang ini, namun para professional pendidikan yang terlibat dalam prosesnya menjadi begitu terfokus pada pemecahan masalah yang tidak bisa mereka ukur efektivitas upaya yang dilakukannya. Dengan kata lain, anda tidak dapat memperbaiki apa yang tidak dapat anda ukur. Sekolah tidak dapat memenuhi standar mutu yang ditetapkan masyarakat, sekalipun ada sarana untuk mengukur kemajuan berdasarkan pencapaian standar tersebut. Para siswa menggunakan nilai ujian untuk mengukur kemajuan di kelas. Komunitas menggunakan anggaran sekolah untuk mengukur efisiensi proses sekolah.
Komitmen pengawas sekolah dan dewan sekolah harus memiliki komitmen pada mutu. Bila mereka tidak memiliki komitmen, proses transformasi mutu tidak akan dapat dimulai karena kalaupun dijalankan pasti gagal. Setiap orang perlu mendukung upaya mutu. Mutu merupakan perubahan budaya yang menyebabkan organisasi mengubah cara kerjanya. Orang biasanya tidak mau berubah, tapi manajemen harus mendukung proses perubahan dengan memberi pendidikan, perangkat, sistem dan proses untuk meningkatkan mutu.
Perbaikan berkelanjutan secara konstan mencari cara untuk memperbaiki setiap proses pendidikan, misalnya mengisi kegiatan dengan hal-hal sebagaimana adanya dan sekalipun ada masalah tidak menganggapnya sebagai masalah.

H. Metode Penelitian
Menurut Arikunto (2006: 160) menyatakan bahwa “metode adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitian”. Metode dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan angket atau kuisioner (Questionnaires).
Dalam penelitian ini peneliti akan mengurakan beberapa hal metode penelitian antara lain sebagai berikut:
1.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini penulis memilih pendekatan kualifatif dengan menggunakan metode deskriptif. Margono (2003: 36) mengatakan: “penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati”.



1.2 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 5-10 Mei 2010 di semua sekolah dasar Negeri se Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya.

1.3 Subjek Penelitian
Dalam menentukan subjek penelitian penulis menggunakan teknik total sampling. Adapun yang menjadi subjek penelitian ini adalah seluruh komponen sekolah yang terkait di dalamnya.

I. Penutup
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas maka dapat disimpulkan ke dalam beberapa hal sebagai berikut:
1. Manajemen pendidikan berbasis sekolah, menuntut adanya sekolah yang otonom dan kepala sekolah yang memiliki otonomi, khususnya otonomi kepemimpinan atas sekolah yang dipimpinnya. Oleh karena itu, perlu langkah-langkah yang bersifat implementatif dan aplikatif untuk merealisir manajemen pendidikan berbasis sekolah di lembaga pendidikan persekolahan.
2. Keberhasilan penerapan manajemen pendidikan berbasis sekolah sangat ditentukan oleh political will pemerintah dan kepemimpinan di persekolahan.
3. Proses manajemen peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah meliputi kegiatan: (1) penetapan dan telaah tujuan sekolah, (2) review keberhasilan pelaksanaan rencana tahunan sekolah, (3) pengembangan prioritas kerja dan jdwal waktu pelaksanaan, (4) justifikasi program prioritas dalam kesesuaiannya dengan konteks sekolah.
DAFTAR PUSTAKA

Arcaro, Jarome S. 2006. Pendidikan Berbasis Mutu: Prinsip-prinsip Perumusan dan Tata Langkah Penerapan. Yogyakarta.

Bafadal, Ibrahim. 2003. Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah Dasar, dari Sentralisasi menuju Desentralisasi. Jakarta: Bumi Aksara.

Barner, Tony. 1998. Kaizen Strategies for Successful Leadership (Kepemimpinan Sukses). Jakarta: Interaksara.

Danim, Sudarwan. 2007. Visi Baru Manajemen Sekolah: Dari Unit Birokrasi Ke Lembaga Akademik. Jakarta: Bumi Aksara.

Jerome S. Arcaro. 2006. Quality in Education: An Impelentation Handbook.
Penterjemah Yosal Iriantara. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Nurkolis. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Grasindo.

Suryadi, Ace. 1991. ‘’Biaya dan Keuntungan Pendidikan’’, Mimbar Pendidikan. No 1 Tahun X April 1991. Bandung: IKIP.

Wahono, F. 2000. Kapitalisme Pendidikan – Antara Kompetisi dan Keadilan. Yogyakarta:Insist Press. Cindelaras. Pustaka Pelajar.