Welcome

Allah Allah Kiya Karo

Kamis, 24 Juni 2010

PERANAN KOMITE SEKOLAH DALAM PROSES PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR

A. Judul
PERANAN KOMITE SEKOLAH DALAM PROSES PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR (SD).

B. Latar Belakang Masalah
Dengan adanya desentralisasi manajemen pendidikan dan manajemen berbasis sekolah (MBS) peran kepala sekolah mulai berubah. Apalagi komite sekolah mulai berperan penting dalam pengelolaan sekolah. Menurut Managing Basic Education "Kepala sekolah mempunyai dua peran utama, pertama sebagai pemimpin institusi bagi para guru, dan kedua memberikan pimpinan dalam manajemen".
Pembaharuan pendidikan melalui manajemen berbasis sekolah (MBS) dan komite sekolah yang diperkenalkan sebagai bagian dari desentralisasi memberikan kepada kepala sekolah kesempatan yang lebih besar untuk menerapkan dengan lebih mantap berbagai fungsi dari kedua peran tersebut.
Selanjutnya menurut penelitian Managing Basic Education "Beberapa kepala sekolah yang lebih berani, berada dalam tahap di mana mereka dan beberapa guru gurunya dapat mengembangkan inovasi mereka sendiri, sehingga menyebabkan guru dari sekolah lain beramai-ramai mengunjungi sekolah tsb dalam usaha mereka mencari gagasan gagasan baru. Kepala sekolah yang lebih progresif ini juga menggunakan berbagai strategi yang juga merupakan suatu inovasi untuk mendorong agar guru berinovasi, dan menularkan inovasi mereka ke guru lain di sekolah tsb."
Selain menemukan dana yang terbatas sebagai kendala untuk meningkatkan praktik, beberapa kepala sekolah, dengan bijak menemukan kebutuhan mereka sendiri untuk melakukan peningkatan diri. Banyak kepala sekolah yang dikunjungi selama studi, telah memanfaatkan kesempatan yang diberikan oleh SBM untuk menyesuaikan kinerjanya agar memenuhi situasi baru di sekolah dan di masyarakat, dan menerapkan perubahan-perubahan.
Mereka menyadari bahwa mereka harus lebih menjadi kolega dari pada atasan dari para guru dan bekerjasama lebih erat dengan para guru dan masyarakat dalam menangani permasalah-permasalah pendidikan. Kerjasama penanganan masalah ini termasuk tugas pengelolaan penting, seperti: supervisi kelas untuk mendorong dan mendukung pelaksanaan PAKEM, memimpin pertemuan informal dengan para guru, untuk menstimulasi, berdiskusi dan berbagi pengalaman mengenai inovasi, menghargai dan mendukung hasil kerja dari komite sekolah untuk sekolah.
Beberapa perubahan kinerja kepala sekolah yang dilaporkan termasuk: (i) manajemen terbuka-menjadi transparan, akuntabel, dan melibatkan banyak pihak dalam perencanaan, keuangan dan pengembangan program sekolah bersama sama dengan para guru dan masyarakat; (ii) menciptakan dan mengelola suasana belajar yang ramah dan positif di sekolah; (iii) terbuka dan mendukung inovasi.
Di lain pihak, kepala sekolah lebih enggan dalam hal-hal lain, seperti mendelegasikan tanggung jawab pelaksanaan program sekolah kepada yang lain, mengunjungi dan memonitor guru kelas, atau memimpin rapat formal dengan komite dan orang tua murid lebih sering dari kebiasaan selama ini, yakni sebulan sekali, atau satu semester sekali. Lebih lanjut, kepala sekolah yang lebih terbuka mengakui bahwa para guru mereka juga mengalami kendala untuk mengubah perilaku/kinerjanya di kelas daripada mengatakan bahwa guru mereka tidak responsif, melakukan usaha usaha positif, untuk membantu guru mengatasi ketakutan mereka. Kekhawatiran utama para kepala sekolah dan guru adalah belum tahu dampak penggunaan pendekatan PAKEM pada kinerja siswa Ujian Akhir Sekolah.
Sebagai simpulan, kepala sekolah nampak lebih nyaman melakukan peran pimpinan manajemen dari pada pimpinan pembelajaran. Beberapa kepala sekolah mempunyai persepsi mereka sendiri mengenai perannya lebih terfokus pada pimpinan institusi dan menganggap bahwa "mengajar adalah urusan guru".
Para guru dan anggota komite melihat peran kepala sekolah dalam hubungan dengan peran mereka sendiri di dalam sekolah. Dalam hal ini, para guru menfokuskan kebutuhan mereka untuk dipenuhi oleh kepala sekolah untuk tugas kelas mereka. Sejalan dengan itu, anggota komite membuat daftar fungsi-fungsi itu sebagai bagian dari peran kepala sekolah dalam pertemuan komite, yakni: fasilitator, motivator, advisor, inisiator , mediator, dan partner.
Berdasarkan pembahasan di atas, maka penulis mengambil judul tentang: "Survei Terhadap Peranan Komite Sekolah Dalam Proses Pembelajaran Di Sekolah Dasar (SD)".

C. Rumusan Masalah
Dalam sebuah penelitian tentunya mempunyai permasalahan yang akan diteliti, analisis, dan diusahakan pemecahannya. Berdasarkan latar belakang yang ada maka penulis dapat mengambil alasan tentang bagaimana peranan komite di sekolah. Dalam penelitian ini permasalahan yang diangkat adalah:
- Bagaimana Peranan Komite Sekolah dalam Proses Pembelajaran di Sekolah Dasar (SD).
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
- Untuk mengetahui bagaimana Peranan Komite Sekolah dalam Proses Pembelajaran di Sekolah Dasar se Kecamatan Tadu Raya Kabupaten Nagan Raya?

E. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah supaya sekolah dibentuk sebagai mitra sekolah dalam mengembangkan diri menuju peningkatan kualitas pendidikan, dalam pelaksanaannya komite sekoleh bekerja berdasarkan fungsi-fungsi dan manajemen yaitu sebagai berikut:
1. Advisory agency (pemberi pertimbangan)
2. Supporting agency (pendukung kegiatan layanan pendidikan)
3. Controlling agency (pengontrol kegiatan layanan pendidikan) dan
4. Mediator / penghubung atau pengait tali komunikasi antara masyarakat dengan pemerintah.

F. Ruang Lingkup dan Definisi Operasional
1. Ruang Lingkup Penelitian
Sesuai dengan waktu dan kemampuan yang penulis miliki, maka permasalahan dalam penelitian ini penulis batasi dengan harapan penelitian ini lebih terarah dan tidak terlalu luas dalam pembahasannya.

Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penelitian ini dilakukan di SD Negeri se Kecamatan Tadu Raya Kabupaten Nagan Raya tahun ajaran 2009/2010.
2. Adapun yang menjadi objek penelitiannya adalah seluruh komponen sekolah dasar yang terlibat di dalamnya.

G. Landasan Teoritis
Sekolah sebagai suatu sistem terdiri atas beberapa elemen, yang antara satu elemen dengan elemen lainnya saling berkaitan dan saling pengaruh mempengaruhi. Sebagai contoh, kepala sekolah adalah salah satu elemen sekolah. Kepala sekolah akan berhubungan secara timbal balik dengan elemen-elemen lain di sekolah itu.

1. Pengembangan Peran Komite Sekolah
Secara yuridis formal, hampir semua sekolah telah memiliki perangkat Komite Sekolah sebagai wakil masyarakat dalam membantu program pendidikan. Komite Sekolah telah menunjukkan perannya sebagai mitra sekolah terutama bagi kepala sekolah dan guru dalam merancang dan melaksanakan program pendidikan, baik program pembangunan fisik maupun non fisik seperti program pembelajaran di kelas. Namun demikian, dalam perjalanannya kiprah Komite Sekolah belum sepenuhnya melaksanakan peran dan fungsi sebagai organisasi mitra sekolah dalam membantu program pendidikan sesuai dengan rencana. Sejumlah fakta berikut merupakan refleksi empirik tentang potret sebagian Komite Sekolah.
Beberapa fakta tentang Komite Sekolah:
1. Di sebagian daerah, sosialisasi tentang peran Komite Sekolah kepada masyarakat belum efektif.
2. Di beberapa sekolah, Komite Sekolah hanya berperan sebagai alat kelengkapan sekolah.
3. Komite Sekolah hanya difungsikan sebagai pengumpul dana untuk membiayai program sekolah.
4. Tugas pokok dan fungsi Komite Sekolah belum dilaksanakan secara optimal.
5. Di beberapa sekolah, komposisi keanggotaan laki-laki dan perempuan dalam organisasi Komite Sekolah belum berimbang.
Dalam pelatihan sesi ini akan dibahas lebih dalam mengenai peran Komite Sekolah serta strategi meningkatkan peran tersebut, sehingga setelah mengikuti sesi ini diharapkan para peserta dapat merumuskan berbagai strategi dalam meningkatkan peran Komite Sekolah.

2. Pembentukan Komite Sekolah
1. Prinsip Pembentukan
Pembentukan Komite Sekolah menganut prinsip?prinsip sebagai berikut:
a. Transparan, akuntabel, dan demokratis;
b. Merupakan mitra satuan pendidikan.
2. Mekanisme Pembentukan
a. Pembentukan Panitia Persiapan
1) Masyarakat dan/atau kepala satuan pendidikan membentuk panitia persiapan. Panitia persiapan berjumlah sekurang?kurangnya 5 (lima) orang yang terdiri atas kalangan praktisi pendidikan (seperti guru, kepala satuan pendidikan, penyelenggara. pendidikan), pemerhati pendidikan (LSM peduli pendidilkan, tokoh masyarakat, tokoh agama, dunia usaha dan industri), dan orangtua peserta didik.
2) Panitia persiapan bertugas mempersiapkan pembentukan Komite Sekolah dengan langkah?langkah sebagai berikut:
a) Mengadakan forum sosialisasi kepada masyarakat (termasuk pengurus / anggota BP3, Majelis Sekolah, dan Komite Sekolah yang sudah ada) tentang Komite Sekolah menurut Keputusan ini;
b) Menyusun kriteria dan mengindentifikasi calon anggota berdasarkan usulan dan masyarakat;
c) Menyeleksi calon anggota berdasarkan usulan dan masyarakat;
d) Mengumumkan nama-nama calon anggota kepada masyarakat;
e) Menyusun nama-nama anggota terpilih;
f) Memfasilitasi pemilihan pengurus dan anggota Komite Sekolah;
g) Menyampaikan nama pengurus dan anggota kepaca kepala satuan pendidikan.
b. Panitia Persiapan dinyatakan bubar setelah Komite Sekolah terbentuk.
3) Penetapan pembentukan Komite Sekolah
Komite Sekolah ditetapkan untulk pertama kali dengan Surat Keputusan kepala satuan pendidikan, dan selanjutnya diatur dalam AD dan ART.






3. Peran dan Fungsi
a) Komite Sekolah berperan sebagai:
1. Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan;
2. Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud finansial, pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan;
3. Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan;
4. Mediator antara pemerintah (mediating agency) dengan masyarakat di satuan pendidikan.
b) Komite Sekolah berfungsi sebagai berikut:
1. Membantu sekolah mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (sesuai dengan UU Sisdiknas Pasal 36 Ayat 2);
2. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu;
3. Melakukan kerjasama dengan masyarakat (perorangan/organisasi/dunia usaha/dunia industri) dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu;
4. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat;
5. Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan pendidikan mengenai:
a. Kebijakan dan program pendidikan;
b. Rencana Anggaran Pendidikan dan Belanja Sekolah (RAPBS);
c. Kriteria kinerja satuan pendidikan;
d. Kriteria tenaga kependidikan;
e. Kriteria fasilitas pendidikan; dan
f. Hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan;
6. Mendorong orangtua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan;
7. Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan;
8. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.

Demikian juga sebalinya. Sekolah sebagai suatu sistem terdiri atas beberapa elemen sebagai berikut:
a. Peserta didik (anak didik, siswa)
b. Kepala sekolah
c. Pendidik atau guru
d. Staf tata usaha
e. Kurikulum
f. Fasilitas pendidikan lainnya.
Berdasarkan teori input-process-output, elemen-elemen sekolah sebagai suatu sistem tersebut dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Elemen masukan kasar (raw input) adalah peserta didik yang mengikuti proses pembelajaran, dengan latar belakang sosial-ekonomis-budaya, dan kesiapan akademisnya.
b. Elemen masukan instrumental (instrumental input), meliputi:
1) kepala sekolah
2) pendidik atau guru
3) kurikulum, dan
4) fasilitas pendidikan
c. Elemen masukan lingkungan (environmental input), meliputi:
1) alam (geografis, demografis)
2) sosial, ekonomi, kebudayaan.
d. Proses pendidikan (process) merupakan interaksi edukatif, atau proses belajar mengajar, proses pembelajaran, menggunakan metode dan media pembelajaran atau alat peraga yang diperlukan.
e. Output atau keluaran, yaitu berapa siswa yang tamat dan atau lulus dari sekolah tersebut.
f. Outcomes atau hasil, misalnya berapa siswa yang melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, berapa yang dapat memperoleh lapangan kerja, dsb.

Namun perlu difahami bahwa hasil pembangunan pendidikan yang terlalu berorientasi kepada masukan (input) ternyata tidak sesuai dengan harapan. Banyak fasiltias pendidikan yang telah diadakan, telah banyak guru yang telah ditatar atau mengikuti pelatihan, banyak buku yang telah diterbitkan, dan kurikulum pun selalu disempurnakan. Namun apa hasilnya? Gedung sekolah masih banyak yang rusak, mutu pendidikan (secara rata-rata) masih rendah. Berdasarkan analisis tersebut, ada kemungkinan hal itu terjadi karena proses pendidikan, apa yang terjadi di dalam ruang kelas masih belum banyak memperoleh perhatian kita. Kini, proses pendidikan yang terjadi di ruang kelas itulah yang seyogyanya kini lebih memperoleh perhatian kita.
Kinerja sekolah ditentukan oleh kinerja semua elemen sekolah. Keberhasilan sekolah tidak ditentukan oleh kinerja kepala sekolah saja, juga bukan oleh kinerja pendidiknya saja, atau juga bukan karena gedungnya yang megah, juga bukan karena fasilitasnya yang lengkap, melainkan oleh sinergi yang dibangun dari semua elemen sekolah.
Berdasarkan konsep sekolah efektif, terdapat lima elemen yang menentukan efektivitas kinerja suatu sekolah:
a. strong principal leadership (kepemimpinan kepala sekolah yang kuat)
b. safe and conducive school climate (iklim sekolah yang aman dan kondusif)
c. emphasis on the acquition of basic sklls (menekankan pada pengusaan kecakapan dasar)
d. teacher high expectation (ekspektasi yang tinggi pada pendidik)
e. frequency of evaluation (keteraturan penilaian)
Kelima faktor sekolah efektif tersebut merujuk kepada elemen-elemen sekolah yang sangat penting, yakni kepala sekolah, pendidik, kurikulum, dan penilaian secara berkala kepada siswa.
Adapun peran Komite Sekolah dalam peningkatan efektivitas sekolah pada umumnya, dan hasil belajar siswa pada khususnya, jika elemen-elemen yang disebutkan sebagai elemen yang berpengaruh pada hasil belajar siswa, maka ada masukan lingkungan yang juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap peningkatan mutu pendidikan pada umumnya dan peningkatan hasil belajar siswa pada khususnya. Selain masukan instrumental (instrumental input), dalam sistem tersebut juga terdapat masukan yang tidak kalah pentingnya, yakni masukan lingkungan (environmental input) yang antara lain adalah kondisi sosial-ekonomi-budaya, dan bahkan termasuk keamanan lingkungan sekolah. Dalam konteks ini, faktor orangtua dan masyarakat juga memegang peranan yang amat penting dalam peningkatan mutu pendidikan. Orang tua dan masyarakat serta elemen pemangku kepentingan (stakeholder) merupakan masukan lingkungan yang ikut berpengaruh terhadap kinerja sekolah sebagai suatu sistem (Suparlan, 2005: 61).












DAFTAR PUSTAKA


Dimyati dan Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Dunkin, M.J. dan Biddle, B.J. 1974. The Study of Teaching. New York: Rinehart and Wsiton Inc.

Mulyasa, E. 2004. Implementasi Kurikulum 2004: Panduan Pembelajaran KBK. Bandung: Rosda.

Nurdin, Muhamad. 2004. Kiat Menjadi Guru Profesional. Jogyakarta: Prisma Sophie.

Sagala, Syaiful. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran: Untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar. Bandung: Alfabeta.

Sanjaya, Wina. 2005. Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Fajar Interpratama Offset.

Sudjana, D. 2001. Metode dan Teknik Pembelajaran Partisipatif. Bandung: Falah Production.

Tidak ada komentar: